KECERDASAN BUATAN, KECEMASAN BUKAN BUATAN

Penulis: Surianto Rustan

Bentuk huruf baru hasil rekaan AI. Sumber: bold.ie

KECERDASAN BUATAN

Saat ini penggunaan AI (Artificial Intelligence/kecerdasan buatan) di berbagai bidang semakin marak. Dari Google Map, Alexa, Tesla, Meta, hingga Chat GPT yang sering disalahgunakan untuk tugas sekolah, jurnal, skripsi & thesis. AI juga merambah ke bidang desain & seni, misalnya untuk ilustrasi menggunakan Midjourney yang sedang viral, Nvidia Canvas untuk mendesain lansekap, Zyro AI logo generator untuk menciptakan logo, dll.

Nenek-nenek main skateboard,
foto rekaan AI yang mirip asli,
dibuat dengan Midjourney AI. Sumber: instagram.com/ramdanauthentic
Lansekap yang realistik dibuat dari coretan-coretan sederhana menggunakan Nvidia Canvas berteknologi AI. Sumber: nvidia.com
Alternatif logo yang dihasilkan oleh
Zyro AI logo generator. Sumber: zyro.com

Di bidang tipografi, AI banyak dipakai oleh berbagai pihak untuk menciptakan satu set font baru, contohnya yang dilakukan oleh Picsart, sebuah perusahaan aplikasi untuk mengedit desain, foto & video:

Lain lagi yang dilakukan oleh perusahaan Adobe, mereka membuat aplikasi AI bernama Fontphoria. Pengguna cuma perlu mengambil foto tulisan (tak perlu lengkap) dari mana saja, lalu Fontphoria segera mengubahnya jadi 1 font lengkap!

Adobe Fontphoria bisa membuat font dari foto tulisan Latin apapun.
Sumber: blog.adobe.com

Cara kerja pembuatan desain menggunakan AI pada umumnya sama:
1. Sejumlah besar karya dari bebagai sumber (apakah itu foto, ilustrasi, lansekap, logo, font, dll) di-input ke dalam mesin.
2. Berdasarkan semua input tsb, mesin mempelajari karakteristiknya: garis, bentuk, warna, wajah, gestur, objek (kalau di tipografi: huruf, angka, simbol, dll.).
3. Dari pengetahuan yang sudah didapatnya, mesin lalu membuat sebuah karya yang baru.


PERAN DESAINER

Menghadapi fenomena teknologi AI, masyarakat & komunitas kreatif saat ini terbagi menjadi 2 kubu:
1. Yang mendukung AI & aktif mencari tahu seberapa jauh ia bisa berperan.
2. Yang menolak dengan keras, karena khawatir akan kehilangan pekerjaan.

Menurut desainer Andrea A. & Martin Azambuja dari Vernacular, AI adalah alat yang kuat namun terbatas, di area hulu ia tetap membutuhkan peran desainer/editor/kurator, atau siapapun yang memberinya input untuk dipelajari, membimbingnya dalam berpikir & mengolah ide, serta agar output-nya bisa diterapkan secara riil.

Sedangkan di area hilir, dalam konteks tipografi, mengutip Iman Sudjudi dalam tulisannya “Tipografi di era kecerdasan buatan” (2023): meskipun ada pergeseran dalam cara mendesain, tipografi tetap berperan sangat penting dalam komunikasi visual, identitas merek, ekspresi kreatif, dan pengujian eksperimen dalam desain grafis. Desainer tetap memiliki peran unik dalam memilih, menyesuaikan, dan mengintegrasikan tipografi yang sesuai dengan konteks proyek dan tujuan desainnya.


MASIH DI TAHAP AWAL

Di beberapa bidang, kemampuan AI mungkin sudah nyaris sebanding dengan manusia, misalnya di fotografi, ilustrasi, dan copywriting, tapi di bidang lain nampaknya masih butuh waktu, contohnya di branding, logo, dan tipografi.

Saat ini, boleh dibilang teknologi AI yang diaplikasikan ke bidang desain sebetulnya masih di tahap awal pengembangan. Di tahap ini penelitian yang dilakukan orang sepertinya masih saja menitik-beratkan untuk memperluas output, misalnya: menciptakan bentuk logo baru, ilustrasi baru, bentuk huruf baru, dll. Mungkin kita masih di titik euphoria, masih terkagum-kagum & kaget dengan hasil yang bisa dikerjakan AI.

Euphoria dan pro-kontra membuat kita melupakan kemampuan penting AI yang lain, yaitu mengerjakan prosedur yang berulang-ulang secara cepat & akurat. Di tipografi misalnya: pengaturan Kerning, konsistensi bentuk Character Set, testing, dll. Bukankah ini justru lebih masuk akal & terjangkau bagi kaum mesin, daripada memberinya tugas motorik halus tingkat tinggi manusiawi, yaitu menciptakan sebuah desain yang baru?

Mengatur Kerning adalah proses berulang-ulang yang melelahkan
dalam mendesain font.
Sumber: help.fontlab.com

Jadi ada sisi lain dari AI yang bisa menguntungkan desainer juga, tapi saat ini teknologinya belum sampai ke sana.


TREN

Pada salah satu artikel rockcontent.com tertulis: “Karena AI masih relatif baru, publik masih heboh & tertarik mencicipi tren tsb. Tapi sejalan dengan waktu, nilainya akan turun dan tren kembali ke buatan manusia.” Analoginya seperti gaya huruf retro yang kini kembali digemari.

Trend selalu berputar, contohnya gaya font tempo dulu yang kembali hit di masa kini, Sumber: creativemarket.com

Tapi yang pasti: siapapun yang mampu mengejutkan publik dengan ide yang benar-benar otentik & brilian, dialah yang akan diminati, terlepas apakah itu mesin ataupun manusia.


Referensi:

https://the-brandidentity.com/interview/vernaculars-ai-typography-is-an-a-to-z-in-typography-and-the-history-of-art-imagined-by-ai

https://blog.adobe.com/en/publish/2018/12/19/project-fontphoria-previews-a-new-future-for-working-with-type

https://bold.ie/Explorations-in-machine-learning-latent-space-typography

https://www.midjourney.com/home/?callbackUrl=%2Fapp%2F

rockcontent.com/blog/artificial-intelligence-design

unite.ai/10-best-ai-graphic-design-tools

https://www.nvidia.com/en-us/studio/canvas/

https://zyro.com/blog/ai-logo-generator/

https://picsart.com/blog/post/ai-fonts

https://alexjohnlucas.com/type/ai


Kalau mau share konten ini, baik sebagian maupun seluruhnya boleh saja, asal menyertakan nama penulis & referensi. Terima kasih atas pengertiannya.


One Reply to “KECERDASAN BUATAN, KECEMASAN BUKAN BUATAN”

  1. info artikel dari blog seputar kecerdasan buatan bermanfaat sekali. Era digitalisasi yang terus berkembang membawa berbagai inovasi luar biasa, termasuk pemanfaatan Augmented Reality dalam Web AR dengan website berbasis Augmented Reality telah berhasil mengintegrasikan dunia digital dengan cara efisien.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *